Sabtu, 18 Februari 2012

MENJALIN CINTA PERSPEKTIF ALKITAB DAN DUNIA

Pendahuluan

Setiap orang tidak dapat lepas dari yang namanya “Jatuh Cinta”. Karena pada hakekatnya setiap manusia itu membutuhkan untuk mencintai dan dicintai. Sebagai contoh diawali dari manusia lahir kedunia ini, semua terjadi karena didasarkan rasa cinta. Mereka terlahir ke bumi ini dan mendapat cinta dari kedua orang tuanya, keluarganya dan semua orang yang ada di lingkungannya. Seiring berjalannya waktu, manusia akhirnya memutuskan untuk mencintai seseorang yang sering kita namakan “Falling in Love”.

Cinta juga mampu membuat orang mabuk kepayang alias menjadi cinta yang membabi buta bahkan sering kita mendengar istilah “Cinta Buta”. Bukan cinta antara orang yang buta, melainkan cinta yang tidak memandang apapun, pokoknya cinta mati. Ada orang yang mencintai, seorang yang seusianya, ada juga yang lebih tua, atau lebih muda. Bahkan, terkadang mereka mencintai orang-orang yang seharusnya tidak dicintai karena rentang usia yang terlalu jauh.

Namun ada, juga orang yang alergi dengan cinta. Akibatnya mereka, berasumsi lain tentang perasaan ini. Mengapa? Ada banyak alasan yang membuat orang menjadi anti terhadap cinta. Bisa jadi karena pernah merasakan disakiti oleh orang yang dicintainya, dan memutuskan untuk tidak jatuh cinta lagi. Ada orang, yang karena melihat banyaknya masalah yang ditimbulkan akibat cinta, sehingga untuk amannya mereka enggan melibatkan diri dalam soal cinta. Bahkan yang lebih ekstrim, ada juga alasan-alasan rohani digunakan untuk memutuskan tidak jatuh cinta.

Hal lain, terutama yang di alami oleh anak-anak Tuhan. Sering anak Tuhan belum memiliki acuan yang jelas bagaimana seharusnya mereka menjalin cinta, bolehkah seperti orang-orang duniawi? Atau harus berbeda? Atau dalam beberapa hal boleh sama, namun di hal lain berbeda. Untuk itu, marilah kita melihat beberapa perspetif Alkitab dan tokoh-tokoh Kristen tentang bagaimana seharusnya orang percaya itu menjalin cinta. Untuk perspektif dunia, tidak perlu dibahas karena pada prinsipnya semua orang sudah memahami.

Perspektif Alkitab

Berbicara tentang perspektif Alkitab berarti kita sedang membicarakan “Prinsip-Prinsip” yang seharusnya dimiliki oleh setiap orang percaya ketika mereka menjalin Cinta. Prinsip-prinsip ini adalah hal mutlak, dalam pelaksanaannya perlu aturan dari beberapa tokoh Kristen yang membahas tentang cinta.

Pertama, Cinta itu datangnya dari Allah atau dengan kata lain Allahlah yang menciptakan cinta itu (Kej.2:18). Mengapa cinta itu diciptakan? Karena menurut Allah bahwa “tidak baik” manusia itu seorang diri saja. Dari alasan ini, perlu ditinjau kembali alasan-alasan orang yang menolak cinta, dan merasa mampu tanpa orang lain.

Karena pada Hakekatnya, manusia itu tidak dapat hidup sendiri dan membutuhkan orang lain sebagai “Penolong”. Kata penolong juga memberikan penjelasan kepada kita bahwa apabila manusia itu “menjalin cinta” dimaksudkan untuk “Menolong” satu dengan lainnya sehingga masing-masing pribadi menjadi lebih baik. Bagaimana dengan kehidupan dunia dewasa ini sebagai pasangan yang sedang menjalin cinta? Biasanya mereka hanya sekedar untuk bersenang-senang, kebersamaan, menghindari kesepian, takut dibilang tidak laku, bahkan terkadang untuk main-main atau mencari keuntungan pribadi. Perspetif Alkitab, menjalin cinta berarti membuat orang yang kita cintai itu memiliki pribadi yang lebih baik. Misalnya dari tidak pernah ke gereja menjadi rajin ke gereja, dari tidak pernah berdoa menjadi rajin berdoa, atau menjadi rajin membaca Alkitab.

M  Hati-hati bagi anda yang sedang menjalin cinta, namun dalam prosesnya membawa saudara menjadi pribadi yang tidak baik…. Waspadalah…… itu salah satu tanda cinta yang tidak berasal dari Tuhan.

Kedua, cinta yang melibatkan Tuhan dalam penentuannya (Kej. 24:1-3; 21; 48). Dalam realita sehari-hari kita tidak dapat melihat Tuhan, namun Tuhan selalu menuntun kita dalam menentukan pasangan yang tepat untuk umatnya. Salah satunya adalah melalui “Orang Tua”. Ketika kita memutuskan untuk menjalin cinta dengan seseorang (serius, bukan cinta monyet, atau dengan motivasi hanya untuk kesenangan) maka harus melibatkan orang tua. Apakah mereka menyetujui atau tidak menyetujui. Memang, ada orang tua yang otoritas untuk menentukan pasangan hidup anaknya. Dengan ukuran dan Kriteria seperti yang mereka harapkan misalnya: bibit, bebet, bobot. Terkadang itu tidak sesuai dengan pilihan dan mau kita. Lalu harus bagaimana? Keputusannya tetap, harus terus melibatkan orang tua, No.. back street atau jalan belakang. Namanya saja sudah jalan belakang berarti sudah tidak baik. Tetap perkenalkan kepada orang tua sebagai teman, biarkan orang tua mengemukakan pendapatnya, jika berbeda berarti ada hal yang perlu kita pertimbangkan, bersahabatlah dahulu, jangan memutuskan untuk “Berpacaran”, sambil berdoa dan minta Tuhan, menunjukkan apa yang menjadi kendalanya. Jangan kuatir…, jika pilihan kita sesuai dengan kehendak Tuhan maka Tuhan akan mendamaikan mereka dengan kita (Amsal 16:7).

M Hati-hati, tidak ada alasan untuk “Back Street” bagi anak-anak Tuhan yang sedang menjalin cinta. Tidak ada satu alasan pun yang membenarkan untuk tidak melibatkan orang tua dalam menentukan pasangan hidup.

Ketiga, Kriteria ukuran yang utama adalah “Takut Akan Tuhan” (Kel. 1:21). Beberapa anak muda, datang kepada saya untuk menanyakan apa Kriteria utama untuk mencari pasangan hidup? Apakah fisiknya harus cantik? Menurut saya, jika memang bisa mendapat yang cantik kenapa tidak. Tetapi kalaupun tidak mendapat yang cantik secara fisik, ada hal utama yang menjadi ukuran yaitu pribadi yang takut akan Tuhan. Apakah harus pandai? Sama seperti yang saya jelaskan di atas, kalau memang ada kenapa tidak? Tetapi itu bukan ukuran yang utama, hanya sekunder. Ukuran untuk menentukan pasangan adalah yang “Takut akan Tuhan”. oh… kalau begitu mesti mencari di gereja dong? Tidak juga, memang seharusnya gereja adalah tempat orang-orang yang takut akan Tuhan untuk berkumpul. Namun pada hakekatnya, justru gereja hanya dijadikan ajang untuk menutupi segala sesuatunya supaya terlihat rohani. Lalu bagaimana kita tahu? Setiap orang dapat dilihat dari perbuatannya, tanda orang yang takut akan Tuhan adalah melakukan segala perintah Tuhan. Salah satu tanda, memiliki kehidupan doa, baca firman dan rajin beribadah, serta memiliki karakter Kristus.

Keempat, Mengasihi seperti dirimu sendiri (Mat. 22:39; Lukas 6:31). Ketika kita sudah memutuskan untuk menjalin suatu hubungan dengan seseorang maka kita sudah mengambil satu “Keputusan” atau bahasa sekarang “komitmen”. Yaitu sebuah keputusan atau komitmen untuk mencintai. Keputusan ini, diawali dengan perasaan cinta dan dalam prosesnya dibalut dengan komitmen. Artinya, ketika proses untuk menjalin cinta itu, kita menemukan hal-hal yang kurang baik (berkaitan dengan proses karakter) maka kita harus bisa menerima dan berusaha untuk menolong pasangan menjadi pribadi yang lebih baik. Namun, jika diperingatkan, ditegur dan dinasehati masih tetap demikian, maka sebaiknya tidak melanjutkan hubungan tersebut. Dan tetap berteman baik. Jika sudah memasuki, pernikahan maka itu Komitmen yang sudah tidak dapat diputuskan.

Arti yang lain dari mencintai seperti dirimu sendiri adalah memperlakukan orang lain sebagaimana kita ingin diperlakukan. Jadi, jika anda menginginkan pasanganmu memperhatikan maka lakukan itu terlebih dahulu baru menuntut. Apabila anda ingin di sayang maka sayangi terlebih dahulu. Demikian seterusnya, “diawali dari diri kita”, bukan pasangan kita.

Kelima, Janganlah melakukan hubungan “Sex” sebelum waktunya (Kej. 2:24). Tidak ada alasan apapun yang membenarkan kita melakukan hubungan sex sebelum melakukan pernikahan yang kudus. Jadi, jangan jadikan sex sebagai alasan untuk meminta restu orang tua, agar sang pasangan mau pindah agama dll. Ada resiko yang harus anda tanggung ketika kita melakukan hubungan sex diluar penikahan.

Perspektif Tokoh Kristen

Suatu saat aku mengikuti mata kuliah “Seksualitas dan Pernikahan”… ada banyak hal yang seru dan mungkin tak terduga akan dibahas dari sesi itu. Ditambah lagi dengan dosen orang bule cuakeppppppppppppp puol…. So nggak ngantuk kalau kuliah.  Keseriusan, canda, dan semua yang aneh-aneh muncul seperti gelembung yang ketika pecah menimbulkan gelak tawa di kelas.
Kami membahas satu buku yang judulnya menarik “Jodohku” pengarangnya Walter Trobisch. Di dalamnya dijelaskan tentang kisah nyata yang merupakan percakapan antara Trobisch dan mereka-mereka yang mengutarakan persoalannya.  Karena kita kuliah tentang “seks dan pernikahan” so… yang dibahas tentunya juga seputar itu. Ada bagian yang menarik, Trobisch membahas 6 batu ujian cinta yaitu:

1.       Ujian untuk merasakan sesuatu bersama --- cinta sejati ingin merasakan bersama, memberi dan mengulurkan tangan. Cinta sejati memikirkan pihak yang lainnya, bukan memikirkan diri sendiri. Jika kalian membaca sesuatu, pernahkah kalian berpikir, aku ingin membagi ini bersama dengan sahabatku? Jika kalian merencanakan sesuatu, adakah kalian hanya berpikir tentang apa yang ingin kalian lakukan, ataukah apa yang akan menyenangkan pihak lain? Yang terpenting adalah membuat pihak lain berbahagia.

2.       Ujian Kekuatan --- maksudnya apakah cinta kita memberi kekuatan baru dan memenuhi kita dengan tenaga kreatif, ataukah cinta kita justru menghilangkan kekuatan dan tenaga kita?

3.       Ujian Penghargaan --- cinta yang sejati juga menjunjung tinggi pihak yang lain. Ketika kita melihat seseorang dan mengaguminya karena dia memiliki keahlian tertentu atau apalah yang membuat kita terkagum-kagum, kita perlu bertanya apakah dia orang yang benar2 anda inginkan untuk menjadi pasanganmu. Pertanyaan yang lebih spesifik, apakah kita benar-benar sudah punya penghargaan yang tinggi satu kepada yang lainnya? Apa aku bangga atas pasanganku?

4.       Ujian kebiasaan --- Cinta menerima orang lain bersama dengan kebiasaannya. Jangan pernah berpikir bahwa kebiasaan itu akan berubah di kemudian hari karena hal tersebut tidak mungkin terjadi. Kita harus menerima pasangan kita sebagaimana adanya beserta segala kebiasaan dan kekurangannya. Pertanyaannya, apakah kita saling mencintai atau juga saling menyukai?

5.       Ujian Pertengkaran --- seorang pendeta ketika akan melakukan konseling pra nikah bertanya kepada pasangan yang akan menikah, “Apakah kalian sudah pernah bertengkar?” lalu jawab mereka,” Belum pak, karena kita saling mencintai.” Kemudian pak pendeta ini berkata kalau begitu, tunda dulu pernikahan kalian. Mungkin kelihatan aneh… yang terpenting bukan masalah pertengkarannya tetapi “Kesanggupan untuk saling berdamai lagi.” Kemampuan ini mesti dilatih dan diuji. Pertanyaannya, bisakah kita saling memaafkan dan saling mengalah?

6.       Ujian Waktu --- Cinta perlu mengenal, tidak cukup hanya 3-4 bulan, minimal dalam satu tahun. Jangan kita bertemu hanya ketika hari libur atau malam minggu dengan pakaian yang rapi dan bau yang harum, tetapi juga pada saat bekerja di dalam hidup sehari-hari, waktu belum rapi, atau cukur, masih mengenakan kaos oblong, belum cuci muka, rambut masih awut-awutan, dalam suasana tegang ataupun berbahaya.

Mungkin hal yang sama perlu kita renungkan ketika kita menjalin “Persahabatan”. Memang tidak sekaku atau sedalam ketika kita harus menentukan pasangan hidup. Setidaknya prinsip-prinsip utamanya dapat diterapkan.
Hari ini, atau tepatnya 14 Februari sering disebut orang dengan hari “Valentine” atau hari kasih sayang. Banyak orang mencoba mengungkapkan kasih mereka dengan bunga, coklat, hadiah atau apalah yang membuat hari  itu menjadi special. Di radio, lagu-lagu cinta dan tembang-tembang romantis didengarkan secara bergantian, membuat pendengar terbawa kealam romantisme untuk sesaat. Semuanya itu tidak salah, persoalannya apakah, nilai kasih, sayang, cinta yang sebenarnya sebatas hal-hal lahiriah? Yesus Kristus memberikan kita teladan tentang arti Kasih yang sesungguhnya. Jika kita telah menerima kasih itu, so….. sekarang waktunya untuk membagi kasih itu kepada sesama, diawali dengan prinsip-prinsip yang benar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar