Sabtu, 18 Februari 2012

KOMITMEN DALAM PELAYANAN


Pendahuluan
Kata komitmen atau yang biasa kita sebut sebagai janji atau bahasa yang sering digunakan oleh kalangan rohani adalah “Nazar” merupakan kata yang mudah diucapkan tetapi sulit dilakukan. Kalaupun ada yang berkata mudah, biasanya itu nampak di awal-awal ketika komitmen itu dilakukan. Sampai pada pertengahan, mulai sedikit luntur dan sangat jarang seseorang memiliki komitmen sampai pada akhirnya. Mengapa? Karena ketika kita memutuskan untuk berkomitmen maka segenap hati, tenaga, pikiran, uang, waktu dan seluruh hidup kita akan menjadi taruhannya. Dan ini tidak mudah, tetapi bukan tidak bisa.
Komitmen atau Janji juga sering digunakan dalam konotasi janji dalam suatu “pernikahan”. Artinya kedua orang yang saling mencintai memutuskan untuk saling berkomitmen satu dengan yang lain. Sang pria berkomitmen untuk tetap setia, mengasihi istri dalam susah dan senang, setia untuk bertanggung jawab memenuhi kebutuhan keluarga. Demikian juga sang istri, komitmen untuk menjaga kesetiaan, mengasihi dalam susah dan senang, dll. Kenyataan yang kita hadapi, memang ada banyak orang yang bertahan dengan komitmennya, namun tidak sedikit juga yang gagal dalam mempertahankan komitmen. Mengapa? Sekali lagi karena komitmen itu tidak mudah.
Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana kita dapat bertahan untuk tetap dalam komitmen kita dalam segala hal. Dimulai komitmen terhadap Tuhan, diri sendiri, teman maupu organisasi atau kegiatan yang kita kerjakan. Menurut saya, untuk dapat memahami ini, kita perlu tahu tentang apa yang dimaksud dengan komitmen dan bagaimana kita melakukan komitmen serta bagaimana agar tetap bertahan dalam komitmen.
Pengertian Komitmen
Komitmen menjadi suatu faktor penting yang harus dimiliki dalam menjalani hidup ini terlebih dalam tugas tanggung jawab khusus yang diberikan kepada kita. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa komitmen adalah suatu kesediaan untuk bertahan pada rencana dan kesepakatan semula walaupun keadaan semakin tak menentu. Komitmen adalah keberanian untuk tidak mengambil pilihan termudah dalam mencapai tujuan bersama bila suatu kesepakatan telah diambil. Berapa hal yang bisa juga dijadikan dasar untuk lebih memahami komitmen adalah Komitmen adalah langkah atau tindakan yang Anda ambil untuk menopang suatu pilihan tindakan tertentu, sehingga pilihan tindakan itu dapat kita jalankan dengan mantap dan sepenuh hati.[1]
Saya lebih setuju dengan pendapat Rizal karena yang menjadi fokus utama dari sebuah komitmen adalah tindakan yang akan dilakukan atau yang harus dikerjakan setelah komitmen itu diucapkan. Dengan kata lain, lebih menekankan pada tindakan untuk terus mendukung komitmen.
Komitmen Dalam Alkitab
Kisah Musa
Mari kita belajar bersama dari kisah Musa dan bangsa Israel ketika Tuhan memberikan FirmanNya. Kel. 19:3-6 yaitu:
Lalu naiklah Musa menghadap Allah, dan TUHAN berseru dari gunung itu kepadanya: "Beginilah kaukatakan kepada keturunan Yakub dan kauberitakan kepada orang Israel:  Exo 19:4  Kamu sendiri telah melihat apa yang Kulakukan kepada orang Mesir, dan bagaimana Aku telah mendukung kamu di atas sayap rajawali dan membawa kamu kepada-Ku.  Exo 19:5  Jadi sekarang, jika kamu sungguh-sungguh mendengarkan firman-Ku dan berpegang pada perjanjian-Ku, maka kamu akan menjadi harta kesayangan-Ku sendiri dari antara segala bangsa, sebab Akulah yang empunya seluruh bumi. Exo 19:6  Kamu akan menjadi bagi-Ku kerajaan imam dan bangsa yang kudus. Inilah semuanya firman yang harus kaukatakan kepada orang Israel."

Tuhan memberikan sebuah janji atau “komitmen” dengan bangsa Israel yaitu, jika mereka sungguh-sungguh mendengar Firman maka akan mendapatkan berkat-berkatnya.
Komitmen ini tidak saja berasal dari Tuhan saja, tetapi juga disambut oleh Bangsa Israel yang nampak dalam Kel. 19:8 yaitu:

Seluruh bangsa itu menjawab bersama-sama: "Segala yang difirmankan TUHAN akan kami lakukan." Lalu Musapun menyampaikan jawab bangsa itu kepada TUHAN.
 
Dari peristiwa ini, ada beberapa hal yang dapat kita petik sebagai prinsip dari membangun sebuah komitmen yaitu:
Pertama, sebuah komitmen haruslah disepakati oleh kedua belah pihak. Artinya, keduanya sepakat tanpa paksaan untuk membuat sebuah komitmen terhadap sesuatu.
Kedua, berangkat dari adanya peraturan-peraturan yang harus ditaati yaitu ketika Tuhan memberikan hukum-hukumnya kepada Bangsa Israel (Kel. 20:1-17). Melalui kisah ini, kita dapat melihat bahwa setelah seseorang membuat komitmen maka harus jelas, tindakan-tindakan apa yang mesti dilakukan dalam menjalankan komitmen tersebut. Dan hal ini haruslah, tertuang dalam bukti tertulis. Mengapa? Hal ini dimaksudkan supaya kita dapat mengevaluasi komitmen.

Kisah Zakeus
Sebuah kisah yang sudah tidak asing lagi bagi kita. Karena sejak kita belajar di Sekolah Minggu maka kisah ini tidak akan terlewatkan bahkan cenderung untuk diulang-ulang. Mari kita perhatikan bersama bahwa dalam kisah tersebut nampak seorang pribadi yang melakukan komitmen dan tindakan.
Lukas 19: 8 mengisahkan “Tetapi Zakheus berdiri dan berkata kepada Tuhan: "Tuhan, setengah dari milikku akan kuberikan kepada orang miskin dan sekiranya ada sesuatu yang kuperas dari seseorang akan kukembalikan empat kali lipat." Bagaimana seorang pemungut cukai, dibenci banyak orang karena sikapnya yang terus memeras mampu mengambil sebuah komitmen dan langsung dibarengi dengan tindakan yaitu:
Pertama, Perjumpaan dengan Yesus Kristus. Seseorang akan mampu melakukan sebuah komitmen dan bertahan dalam komitmenya apabila mengalami “Perjumpaan” dengan Tuhan. Artinya, benar-benar mengalami kalau boleh saya mengistilahkan “TING” saat orang pertama kali bertemu dengan seseorang dan langsung jatuh cinta. Jika seseorang belum mengalami ini, maka kemungkinan besar bahwa komitmennya akan pudar.
Kedua, keputusan untuk melakukan sebuah tindakan itu, dimotivasi dari dalam “Inside” not “Outside”. Kemauan mengambil keputusan itu berasal dari pribadi sendiri atau dalam hati bukan karena pengaruh-pengaruh dari luar diri. Misalnya, karena ada pacar, karena mendapat hadiah, karena untuk mencari jodoh, karena takut dihukum dll.

Kisah Paulus
Rasul Besar dalam era Perjanjian Baru bisa kita jadikan sebuah teladan untuk berkomitmen. Diawali dengan kisahnya yang menjadi Penganiaya Jemaat (Kis. 9:1-2). Dan akhirnya, dipakai Tuhan sebagai alat untuk memberitakan nama Tuhan kepada bangsa-bangsa lain, raja-raja serta orang Israel (Kis. 9:15). Serta mengambil sebuah tindakan komitmen yang luar biasa yaitu: “namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku. Dan hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam daging, adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku” (Gal.2:20). Kisah dari rasul Paulus ini, membawa kita kepada prinsip-prinsip ketika kita akan melakukan sebuah komitmen yaitu:
Pertama, Latar Belakang buruk seseorang tidak menghalanginya untuk mampu berkomitmen asalkan memang mau bertobat. Terkadang kita merasa minder karena telah melakukan sesuatu yang buruk di masa lalu, terutama berkaitan dengan hal-hal Rohani, sehingga membuat kita lemah untuk mengambil komitmen. Mulai sekarang STOP.. yang demikian karena kemampuan kita berkomitmen bukan karena keberadaan kita tetapi karena ada TUHAN dalam hidup kita. Mengapa demikian? Karena pada hakekatnya manusia tidak mampu berkomitmen bila mengandalkan kekuatan diri sendiri.
Kedua, orang yang berkomitmen berarti tidak lagi mementingkan keinginannya sendiri atau “comfort zone”. Kenyamanan atas keberadaan diri sendiri seringkali menjadi penghalang orang untuk berkomitmen. Misalnya, ketika kita berkomitmen untuk doa pagi, maka kenyamanan tidur akan terganggu. Waktu saudara berkomitmen untuk memberi maka kita akan kehilangan kenyamanan untuk menggunakan uang bagi keperluan pribadi. Seorang yang berkomitmen berarti dia keluar dari zona nyamannya “Uncomfort Zone”. Dengan kata lain, rela melakukan apapun sekalipun dirinya merasa tidak nyaman untuk maksud yang positif.

Berkat Berkomitmen

Ada beberapa hal yang dapat dibahas dalam kaitannya dengan pertanyaan Bagaimana berkat apa yang kita lakukan jika kita berkomitmen yaitu:
1.      Lakukanlah sebuah komitmen dengan siapapun seperti untuk Tuhan “Apa pun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia. Kamu tahu, bahwa dari Tuhanlah kamu akan menerima bagian yang ditentukan bagimu sebagai upah” (Kolose 3:23-24).
2.       Lakukanlah dengan setia karena ada upah di dalamNya. “Karena itu, saudara-saudaraku yang kekasih, berdirilah teguh, jangan goyah, dan giatlah selalu dalam pekerjaan Tuhan! Sebab kamu tahu, bahwa dalam persekutuan dengan Tuhan jerih payahmu tidak sia-sia.” (1 Korintus 15:58).






[1] Rizal Panggabean, Komitmen dan Dekomitmen, www. diahkei.staff.ugm.ac.id, diunduh 18 Februari 2012, 09.15 Wib


Tidak ada komentar:

Posting Komentar