Kegiatan mendidik harus diawali dari hati yang terbeban untuk menolong sesama
Jumat, 10 Februari 2012
Mencintai adalah Sebuah Keputusan
Baru nonton sebuah film layar lebar yang berjudul "Mili & Nathan", awalnya aku berpikir sebuah film yang bercerita tentang anak SMA yang sedang jatuh cinta dan bergelut dengan cinta monyetnya. Yach... sebuah cinta yang semua orang pasti pernah merasakannya, walau mungkin cuma sesaat. Arah mataku, tak tertuju sedikitpun pada film itu, namun lama-kelamaan benar-benar sebuah film sederhana tetapi mengandung makna yang dalam banget.Bahkan tak terasa, air mata ini mengalir membasahi pipi dengan derasnya.
Ada beberapa hal yang bisa aku pelajari dari film itu:
Pertama, setiap manusia untuk menjalani hidup ini, harus berani mengambil keputusan yang penting, walau untuk itu ada banyak tantangan yang harus dilewati. Mimi yang kala itu, sedang berkuliah di jurusan fashion, sesuai kenginan orang tuanya, akhirnya berani mengambil sebuah keputusan penting. Sebuah resolusi alias perubahan untuk menjadi penulis seperti yang dinginkannya. Keputusan itu, membuahkan hasil Mili benar-benar menjadi penulis dan diakui sebagai penulis yang bukunya laris seperti kacang goreng.
Kedua, belajar jujur dengan diri sendiri. Kejujuran yang dijelaskan dalam film itu, lebih kepada terbuka terhadap perasaan kita kepada seseorang alias CINTA. Terkadang kita nggak pernah jujur dengan perasaan kita, lalu mencoba mencintai orang lain sebagai pelampiasannya. Hal yang sama, dilakukan oleh Mili, ketika dia memutuskan untuk menjalin hubungan dengan Romeo tetapi cintanya tetap untuk Nathan. Kembali keputusan luar biasa diambilnya, meninggalkan Romeo dan kembali kepada Nathan. Hidup kembali cerah, karena hari-hari Mili dilalui bersama Nathan.
Akhirnya, belajar bahwa cinta tidak harus memiliki dan dimiliki. Why? Karena ujungnya Nathan meninggalkan Mili untuk selamanya. Sebuah penyakit kronis menggrogotinya, hingga ajal tiba tidak pernah ada pertemuan antara keduanya. Kembali sebuah keputusan berat harus diambil, Mili memutuskan tetap mencintai Nathan jauh dilubuk hatinya, dan membuka hati untuk cinta lain yaitu Kevin dan akhirnya mereka menikah serta hidup bahagia.
Sahabat, terkadang kita diperhadapkan dengan ketiga hal tersebut di atas. Reaksi kita menentukan bagaimana persepsimu tentang semuanya. Ada kalimat yang bisa dikutip dari film itu, "Bahagia dan sedih itu merupakan satu paket yang tidak dapat dipisahkan" artinya setiap orang pernah pengalami keduanya, ketika kita bahagia ingatlah masih ada orang-orang yang mengalami kesedihan, sehingga janganlah kita terlalu berlebihan menunjukkan kebahagian itu. Sebaliknya, ketika kita sedih, janganlah terus terlarut dalam kesedihan, tetapi berbahagialah ketika menghadapi kesedihan. Kalimat lain yang menggelitik hatiku "terkadang rasa sayang itu baru kita rasakan ketika orang yang kita sayangi itu sudah jauh bahkan mungkin meninggalkan kita". So, ketika orang yang kita cintai itu masih ada bersama kita sekarang, lakukan apapun yang membuktikan cinta kita, jangan tunda.. karena terkadang kesempatan itu tidak datang lagi. NOW,..... Cinta dan mencintai merupakan sebuah keputusan.
Senin, 06 Februari 2012
Materi Modul-1
1.
Tujuan Pembelajaran Umum:
Setelah mempelajari modul bimbingan konseling yang pertama ini
diharapkan mahasiswa mampu memahami tentang hakekat konseling secara menyeluruh
berupa pengertian konseling, Bentuk-bentuk konseling, dasar Alkitab konseling,
tujuan konseling dan perbedaan konseling Kristen dan konseling sekuler.
2.
Tujuan Pembelajaran Khusus:
Setelah mempelajari modul bimbingan konseling yang pertama ini
mahasiswa:
a.
Mampu menjelaskan
pengertian konseling
b.
Mampu menjelaskan bentuk-bentuk
konseling
c.
Mampu memaparkan dasar
Alkitab konseling
d. Mampu menjelaskan sikap-sikap yang merugikan dalam
proses konseling
e. Mampu menunjukkan kualitas konselor yang baik
3.
Materi Pokok
a. Pengertian konseling
b. Bentuk-bentuk konseling
c. Dasar Alkitab Konseling
d. Sikap Merugikan
e. Kualitas konselor yang baik
4.
Deskripsi Singkat
Modul bimbingan konseling yang pertama ini
merupakan penjelasan terhadap mahasiswa tentang Pengertian konseling,
Bentuk-bentuk konseling, Dasar Alkitab Konseling, sikap merugikan dalam proses
konseling dan kualitas konselor yang baik.
Latihan
1.
Jelaskan
tentang pengertian konseling Kristen?
2.
Sebutkan
dan jelaskan 3 macam bentuk konseling yang biasa dilakukan?
3.
Hal-hal
apakah yang dapat merugikan dalam proses konseling?
4.
Jelaskan
dasar Alkitab tentang konseling dari PL dan PB?
5.
Jelaskan
tentang kualitas konselor yang baik?
Daftar Pustaka
1.
Gary R. Collins, Konseling Kristen Yang Efektif, Malang: SAAT,1996 (52-63)
2.
Roger F. Hurding, Christian
Care and Counseling, Morehouse - Barlow Co., Inc. Wilton, CT, USA, 17 - 20
3.
Michael J. Anthony, Foundations of Ministry, A BridgePoint Book, Illinois, 1992, 331 –
333
Bentuk-bentuk Konseling
Dr. Gary R. Collins, Ph.D., dalam
bukunya yang berjudul Konseling yang Efektif, menuliskan: "Ahli-ahli
konseling menyimpulkan, bahwa ada beberapa macam bentuk konseling Kristen. Dengan setiap konsele, kita
dapat menggunakan satu atau lebih dari bentuk-bentuk konseling di bawah ini:
Supportive-Konseling
Supportive-Konseling bukanlah dimaksudkan untuk mengikat
konsele dalam hubungan yang tidak matang dan kekanak-kanakan supaya ia
bergantung kepadanya, tetapi justru sebaliknya, bimbingan konselor itu
diberikan sementara konsele mulai maju dan terbeban menghadapi persoalan hidup
ini secara efektif.
Untuk mencapai hal ini, konsele didorong untuk mengutarakan
secara terbuka perasaan dan frustasinya. Konselor harus mengingatkan bila
konsele memberikan respon yang tidak sehat, seperti menolak tanggung jawab
terhadap problema yang ada atau tidak mengakui, bahwa problemanya betul-betul
ada dengan mencoba menghindarkan diri dengan fantasi, alkohol, obat-obatan; dan
menolak pertolongan dari luar, bahkan menyangkali timbulnya perasaan-perasaan
negatif seperti kemarahan, kegelisahan, rasa bersalah, dan menolak untuk
memikirkan alternatif yang realistis dengan menjauhkan diri dari sanak keluarga
dan teman- teman.
Akan lebih sehat bila konsele ditolong untuk menghadapi
problema kehidupan mereka secara realistis dan mencoba untuk memahaminya. Beri
kesempatan kepada konsele untuk mendiskusikan kejengkelannya, rasa bersalah,
bahkan perasaan-perasaan negatifnya dan untuk memikirkan kemungkinan-kemungkinan
jalan keluar yang lebih bertanggung jawab untuk menyelesaikan persoalan
tersebut. Tolong konsele menerima kenyataan bila suatu keadaan memang tidak
dapat diubah lagi (misal, kematian) dan dorong konsele untuk membina hubungan
baik dengan famili dan teman serta mengambil langkah praktis untuk mengatasi
problemnya secara konstruktif. Yakinkan konsele untuk percaya atas pimpinan
Tuhan dalam menghadapi problemnya (Matius 11:28-30) dan bahwa Tuhan sendirilah
yang akan memimpin kita mengambil langkah-langkah praktis dalam mengatasi
persoalan yang timbul.
Alkitab mengajarkan kita untuk saling menguatkan dan
mendukung satu dengan yang lain (1Tesalonika 5:11; Ibrani 3:13; 10:25). Meskipun konfrontasi kadang-kadang diperlukan,
kita harus berbicara "dengan kasih" (Efesus 4:15). Konselor yang suportif memberikan
perhatian, dorongan yang lebih peka, mencoba dengan lemah lembut menyadarkan
konsele terhadap tantangan realita kehidupan ini dan membimbing konsele pada
pertumbuhan iman dan kematangan emosi sehingga problema dapat diatasi dengan
lebih mudah.
Confrontational-Konseling
Dalam menghadapi
orang dengan persoalan-persoalannya, Tuhan Yesus seringkali mengkonfrontasi
langsung dosa-dosa mereka, Ia mengkonfrontasi orang muda yang kaya karena ia
banyak memikirkan tentang hartanya (Lukas 18:22); perempuan Samaria dengan
perzinahannya (Yohanes 4:17-18); murid-murid-Nya karena
kurang percayanya (Matius 8:26; 14:31); dan
peimimpin-pemimpin agama karena dosa-dosa mereka (Matius 12:34; 15:7-8; 23:23-33;
Yohanes 8:44-45).
Memang pantas
bagi Tuhan Yesus "yang tidak mengenal dosa" untuk menunjukkan dosa
orang lain, tetapi bagaimana dengan kita yang tidak sempurna dalam
mengkonfrontasikan kelemahan-kelemahan orang lain? Saat ini cara konfrontasi
seperti ini masih menjadi pro dan kontra dari para konselor-konselor sendiri
karena pada umumnya mereka merasa tidak tepat jika harus membuat konsele merasa
bersalah atau terang-terangan menunjukkan kesalahan mereka.
Konselor Kristen
memang tidak seharusnya menghakimi konsele (Matius 7:1) dengan maksud mengkritik. Namun,
dengan penuh kelemahlembutan, konselor harus menolong konsele agar mampu
menghadapi dosanya, mengakuinya di hadapan Allah dan mungkin juga di hadapan
orang lain (Yakobus 5:16) dan menolong dia bergumul
memperbaiki tingkah lakunya yang buruk.
Hal yang perlu
disadari konselor adalah yang dimaksud dengan konfrontasi ini tidak sekedar
menunjukkan dosa-dosa konsele saja tetapi juga menolong konsele untuk lebih
memahami tindakan mereka sendiri, mendorong mereka untuk mendengar apa yang
mungkin tidak mereka sukai, bahkan menolong mereka untuk melakukan
langkah-langkah perbaikan yang selama ini mereka tolak. Untuk melakukan
konfrontasi, dibutuhkan keberanian dan ketegasan karena konsele mungkin
memberikan respon negatif atau marah. Memberikan konfrontasi sedikit demi
sedikit dan penuh pengertian kepada konsele dapat menjadi bagian yang vital
dalam konseling.
Educative-Konseling
Pada dasarnya,
cara orang berpikir, berbicara, berpakaian dan bergaul adalah hasil dari apa
yang telah dipelajari sejak kecil. Demikian pula dengan cara orang
menyelesaikan masalah, semuanya adalah hasil dari pengalaman-pengalaman yang
pernah dialaminya.
Jika kenyataannya
banyak tingkah laku yang dapat dipelajari, sangatlah beralasan jika kita
simpulkan bahwa konseling harus juga meliputi pengajaran dimana tingkah laku
yang tidak efektif dapat diperbaiki dan konsele ditolong untuk belajar tingkah
laku yang lebih baik. Dengan pendekatan seperti ini, konselor adalah seorang
pengajar dan konseling Kristen adalah bagian istimewa dari pendidikan agama
Kristen.
Pekerjaan
konselor pada dasarnya banyak yang menyangkut masalah pendidikan. Orang-orang
yang datang padanya dengan pertanyaan- pertanyaan seputar teologia, hubungan
suami-istri, karir, pergaulan, dan sebagainya adalah orang-orang yang
benar-benar membutuhkan pengajaran dan tambahan pengetahuan.
Walaupun konselor
cenderung untuk memberikan nasehat pada konsele, adalah hal yang berlebihan
jika konselor dianggap sebagai orang yang menguasai segala bidang. Dalam
Educative-Konseling ini, kita harus tetap menunjukkan sikap hati yang rendah
dan membiasakan diri untuk berpegang pada firman Tuhan dalam tiap problema yang
ada. Kita harus mohon kebijaksanaan dari Tuhan pada waktu menolong orang lain,
dan kita harus mengakui bila kita memang benar-benar tidak mengerti jawabannya,
sehingga dapat bergumul bersama-sama dengan konsele untuk menyelesaikan
persoalannya. Kunci keberhasilan konselor adalah keyakinan bahwa Tuhan dapat
memakai kita untuk mengajar orang lain.
Spiritual-Konseling
Pada pihak tertentu, memang setiap konseling Kristen adalah
Spiritual-Konseling. Sebagai murid-murid Kristus, kita mempunyai tugas untuk
menjadikan semua orang menjadi murid dan menolong mereka yang lemah (Matius 28:19-20; Galatia 6:1-2; 1Tesalonika 5:14; Roma 15:1). Karena alasan inilah justru kita
tidak bisa secara sembarangan mengemukakan hal-hal rohani, apalagi jikalau
problema yang dikemukakan adalah non-spiritual. Sebagai konselor spiritual kita
bisa menanyakan misalnya, "Bagaimana keadaan rohani Anda akhir- akhir
ini?" dan ini seringkali sudah membukakan jalan pada problema rohani yang
tersembunyi. Kadang-kadang konselor mempunyai kesempatan untuk memperkenalkan
Tuhan Yesus sebagai Juruselamat, bahkan seringkali sebagai konselor kita juga
berdoa atau membaca satu bagian dari firman Tuhan. Konseling macam ini akan
membawa seseorang masuk dalam kehidupan yang lebih dapat dinikmati (Yohanes 10:10), bahkan mengalami kehidupan
kekal di surga (Yohanes 3:16).
Memang harus disadari, bahwa seringkali hal-hal rohani
dipakai oleh konsele sebagai topeng untuk menyembunyikan problema yang
sebenarnya. Para pasien di rumah-rumah sakit
jiwa misalnya, seringkali membicarakan dosa yang tidak terampuni yang telah
mereka lakukan, meskipun sifat dari problema itu sendiri mungkin jauh lebih
dalam daripada itu. Kadang-kadang konsele lebih banyak bertanya mengenai
hal-hal teologia supaya ia sendiri tidak perlu menceritakan mengenai problema
yang sebenarnya ia hadapi.
Di pihak
lain, ada orang yang seringkali mengalami kesulitan dan problema justru karena ia
menyembunyikan pergumulan dan kebutuhannya akan hal-hal rohani. "Saya
tidak dapat konsentrasi dalam belajar" seolah-olah menunjuk pada problema
akademis, tetapi dapat juga merupakan indikasi kemunduran iman yang seringkali
menguras banyak energi. Fakta, bahwa ia memilih seorang konselor Kristen, sadar
atau tidak sadar, mungkin merupakan indikasi ia membutuhkan hal-hal rohani.
Adalah
hal yang harus selalu disadari oleh para konselor, yaitu bahwa setiap persoalan
manusia selalu menyangkut hubungan dengan Allah dan sesama manusia.
Group-Konseling
Group-Konseling
atau Konseling Kelompok juga pernah digunakan oleh Tuhan Yesus dalam menolong
orang-orang. Tentu kita masih ingat tentang pertemuan Yesus dengan dua orang
dalam perjalanan-Nya ke Emaus; akan pembicaraan-Nya dengan Petrus, Yohanes, dan
Yakobus; akan diskusi-diskusi yang menyangkut keduabelas murid-Nya. Dalam
jemaat yang mula-mula orang-orang bertemu dalam kelompok-kelompok untuk
belajar, bersekutu, merayakan perjamuan kudus dan berdoa. Dalam
pertemuan-pertemuan tersebut mereka percaya bahwa Allah juga hadir di antara
mereka (Kisah Para Rasul 2:42-47). Selain itu mereka juga membicarakan
persoalan-persoalan mereka dan saling tolong menolong dalam kebutuhan mereka.
Pada perkembangan berikutnya, kelompok-kelompok tersebut dibagi menjadi
kelompok-kelompok yang lebih kecil lagi, bahkan gereja-gereja belakangan ini
juga membagi jemaatnya menjadi grup-grup yang lebih kecil lagi untuk membagikan
pengalaman masing-masing, bersaksi, berdoa (Yakobus 5:16) dan mempelajari
firman Tuhan bersama.
Konseling
Kelompok memiliki keunikan tersendiri, dimana konselor membimbing sekelompok
orang untuk saling bekerjasama membagikan perasaannya secara jujur, saling
belajar dari pengalaman masing- masing, saling mendukung, saling menasehati dan
menolong satu sama lain.
Konseling
Kelompok juga dapat terbentuk tanpa bimbingan konselor misalnya dengan PA
bersama, aktivitas bersama, kelompok doa, dan kegiatan-kegiatan gereja lainnya.
Para anggota dalam kelompok- kelompok tersebut diberikan kesempatan untuk
saling membagikan pengalaman, kebutuhan dan perhatian satu sama lain.
Sukses
tidaknya Konseling Kelompok ini tergantung dari partisipasi para anggotanya.
Jika anggota mau saling terbuka, tidak takut untuk memberi dan menerima
pertolongan, akan lebih mudah bagi kelompok tersebut untuk dapat mengatasi
kesulitannya. Namun, pengakuan secara terbuka ini biasanya tidak mudah untuk
dilakukan terutama jika anggota berasal dari jemaat yang kecil yang saling
kenal dan tinggal berdekatan.
Untuk
memulai suatu Konseling Kelompok, Anda dapat memberikan undangan baik melalui
mimbar maupun undangan perorangan. Setelah kelompok terbentuk, anggota dapat
dipersilakan untuk saling memperkenalkan diri, mengungkapkan latar belakangnya,
data-data pribadinya, dan mengemukakan masalahnya. Tahap ini dapat dilakukan
dengan perlahan-lahan dan tanpa paksaan. Tanggung jawab konselor adalah
menstimulasi diskusi dan sesekali menyimpulkan apa yang telah dibicarakan dan
memberikan pengarahan agar supaya pembicaraan tidak melangkah terlalu jauh dari
topik. Sharing seperti ini dapat diikuti dengan persekutuan doa. Konseling
Kelompok dimana para anggotanya aktif untuk berpartisipasi "memikul
pergumulan satu dengan yang lain" (Galatia 6:2) akan dapat memperkaya
pengalaman, bahkan dapat menolong tiap anggota-anggotanya. Bila anggota-anggota
kelompok menutup diri terpaksa harus dilanjutkan dengan konseling pribadi.
Informal-Konseling
Konseling
dapat dilakukan dimana saja dan tidak terbatas di kantor konseling. Kita dapat
melakukan konseling di ruang tunggu, di ruang pertemuan, dan di tempat-tempat
lainnya. Pertanyaan-pertanyaan seperti "Apa kabar selama ini?";
"Anda kelihatan murung hari ini"; "Bagaimana kehidupan rohani
Anda selama ini?"; dan pertanyaan- pertanyaan memancing lainnya bila
dilakukan dengan penuh perhatian dan serius serta disertai dengan keinginan
Anda untuk mendengarkan, biasanya akan mendorong orang itu untuk mengeluarkan
isi hatinya.
Beberapa saran yang dapat dilakukan dalam memberikan
Informal- Konseling:
1.
mendengar
dengan penuh perhatian.
1.
menggunakan
pertanyaan-pertanyaan tambahan untuk memperjelas fokus persoalannya.
2.
mendorong
konsele untuk menyimpulkan persoalan dan mencoba membicarakan apa yang sudah
diusahakan pada masa-masa lalu.
3.
memberi
informasi yang dapat membantu.
4.
menolong
konsele mengambil keputusan tentang apa yang akan ia lakukan.
5.
memberikan kepada konsele dorongan dan harapan.
6.
berjanjilah pada diri sendiri, bahwa Anda akan membantu dalam doa dan
benar-benar jangan lupa mendoakannya.
7.
Bila memang diperlukan, Anda dapat mengusulkan pertemuan selanjutnya untuk
diskusi yang lebih formal mengenai persoalan itu.
Informal-Konseling
memang sepertinya tidak begitu jelas peranannya, tetapi kenyataannya sangat
menolong banyak orang. Perlu diingat, konseling-konseling yang dilakukan Tuhan
Yesus pada dasarnya bersifat informal dan ternyata semuanya efektif.
Preventive-Konseling
Konseling tidak
dibuat untuk menolong yang tertindas dan menghibur yang susah, tetapi konseling
dibuat untuk membebaskan orang dari problema. Karena tujuan konseling adalah
membuat orang lepas dari problema, maka ada konseling yang dibuat untuk
mengantisipasi hadirnya masalah tertentu dalam kehidupan orang (Preventive-
Konseling), misalnya premarital-konseling yang ditujukan untuk
pasangan-pasangan yang hendak menikah agar mereka mempunyai bayangan
masalah-masalah apa saja yang akan mereka hadapi dalam pernikahan dan bagaimana
cara mengatasinya sedini mungkin.
Sayangnya banyak
orang yang tidak begitu antusias terhadap nasehat- nasehat yang belum mereka
perlukan. Oleh karena itu, cara paling baik untuk memberikan bimbingan
preventif adalah melalui mimbar maupun ceramah-ceramah. Orang-orang biasanya lebih menaruh perhatian bila
pengarahan diberikan dengan dasar-dasar firman Tuhan. Tidak asing lagi bagi
para pendeta, bahwa mereka yang mempunyai banyak persoalan adalah mereka yang
sering mangkir dari gereja atau tidak sungguh-sungguh mendengar dan
mengaplikasikan firman dalam hidupnya.
Banyak konselor
yang tidak menyadari, bahwa seringkali orang baru belajar setelah berbuat
banyak kesalahan. Konselor kadang-kadang harus seperti "bapak" dari
anak yang hilang. Kita dapat memberikan nasehat dan peringatan-peringatan,
tetapi banyak konsele seperti anak-anak kita sendiri yang keras kepala dan
tidak mau menurut. Mereka baru mau belajar hanya dengan melalui pengalaman
jatuh bangun saja. Kita hanya dapat menyerahkan dan mempercayakan mereka dalam
tangan pemeliharaan Tuhan dan mendoakan semoga mereka dapat kembali ke jalan
yang benar dan dipersatukan kembali dengan keluarga mereka.
Kualitas Konselor Yang Baik
Untuk menjadi konselor, kita tidak perlu ijasah diploma
Teologi atau training psikologi. Profesor psikologi Jerome Frank dari
Universitas John Hopkins mendeskripsikan kualitas yang dibutuhkan seorang
konselor secara sederhana,
"Siapa pun yang memiliki kehangatan, logika, kepekaan
terhadap masalah-masalah orang lain dan keinginan untuk membantu orang lain
dapat melakukan psikoterapi dengan baik."
Deskripsi ini cukup memberikan dorongan semangat bagi para
konselor awam yang terbeban untuk melakukan tugas pelayanan konseling.
Selain itu konselor harus mengerti terlebih dahulu istilah
lain Roh Kudus adalah "Paraclete". Istilah "Paraclete" yang
berasal dari bahasa Yunani ini dapat diterjemahkan sebagai konselor. Sedangkan
arti dari konselor sendiri adalah 'orang yang terpanggil untuk mendampingi
orang lain', 'menemani', menasehati, atau bila perlu 'membela'. Bila Roh Kudus
digambarkan sebagai konselor itu sendiri maka kuasa Roh Kudus mengatasi
aspek-aspek lain dalam diri kita, seperti kualitas pribadi dan teknik-teknik
yang kita kuasai untuk memberikan konseling. Hanya Roh Kudus sajalah yang
mempunyai kekuatan untuk mengubahkan hidup seseorang, baik hidup kita sebagai
seorang konselor maupun orang yang kita bimbing. Jika kita ingin memberikan
konseling, kita harus dengan suka rela berpasrah diri kepada Kristus dan
membiarkan Roh Kudus memenuhi hidup kita dari hari ke hari. Menurut Alkitab,
berpasrah diri kepada Kristus dan Roh Kudus adalah hal yang penting yang harus
dilakukan konselor. Namun demikian, ada kualitas-kualitas pribadi yang dapat
membantu kita untuk menjadi konselor yang efektif. Kualitas-kualitas tersebut antara
lain:
Pengalaman penderitaan/kesusahan.
Persyaratan pertama adalah mengalami penderitaan. Ini bukan berarti kita harus
mencari/menambah penderitaan atau kesusahan untuk menjadi konselor. Tuhan
mengasihi kita dan mengijinkan kita mengalami penderitaan untuk memperkuat
karakter kita sehingga kita pada akhirnya juga dapat membantu orang lain yang
juga mengalami kesusahan. Pada kenyataannya, orang-orang yang terpanggil untuk
memberikan pelayanan konseling kebanyakan adalah orang-orang yang dalam hidupnya
pernah mengalami pergumulan berat.
Empati.Empati adalah memahami
perasaan orang lain dengan mencoba ikut merasakan seperti yang terungkap dalam
Roma 12:15, "Bersukacitalah dengan orang yang bersukacita, dan menangislah
dengan orang yang menangis!" atau dalam Amsal 12:15, "Orang yang
menyanyikan nyanyian untuk hati yang sedih adalah seperti orang yang
menanggalkan baju di musim dingin, dan seperti cuka pada luka."
Menjadi pendengar yang baik. Kita
tidak dapat menjadi konselor yang kompeten jika kita tidak mau mendengarkan
dengan baik apa yang ingin dikatakan oleh orang yang kita bimbing. Kenyataannya
banyak konselor yang hanya ingin memberi nasehat saja tetapi malas untuk
mendengarkan. tertulis bahwa, "Jikalau seseorang memberi jawab sebelum
mendengar, itulah kebodohan dan kecelaannya" (Amsal 18:13).
Tidak menghakimi. Yang
dimaksud dengan tidak menghakimi di sini bukan berarti kita kita benar-benar
tidak boleh memberikan penilaian dalam konseling. Tetapi sebagai pendengar yang
baik kita tentunya dapat memberikan penilaian yang adil terhadap konsele kita.
Kita perlu terlebih dahulu mengenal kelemahan-kelemahan kita sebagai pribadi
karena ini merupakan bagian dari kedewasaan kita dalam memahami
kelemahan-kelemahan orang lain sehingga kita tidak asal menyimpulkan apa saja
yang telah kita dengar.
Kesabaran. Adalah hal yang sangat mudah untuk berputus
asa dalam melakukan konseling terutama saat kita tidak melihat perkembangan
yang baik dari konsele kita. Kita harus ingat bahwa tujuan dari konseling
adalah kedewasaan iman Kristen, apakah kita memiliki cukup kesabaran untuk itu?
Dalam Kolose 1:28-29 diungkapkan, "Dialah yang kami beritakan, apabila
tiap-tiap orang kami nasihati dan tiap-tiap orang kami ajari dalam segala
hikmat, untuk memimpin tiap-tiap orang kepada kesempurnaan dalam Kristus.
Itulah yang kuusahakan dan kupergumulkan dengan segala tenaga sesuai dengan
kuasa-Nya, yang bekerja dengan kuat di dalam aku." Dari ayat ini kata
'kuusahakan dan kupergumulkan dengan segala tenaga' merupakan kata kunci yang
harus kita ingat selalu agar kita sabar untuk mencapai tujuan utama konseling.
Langganan:
Postingan (Atom)