Sabtu, 20 November 2010

PERINGATAN: HATI-HATI VIRUS ”ORANG TUA DENGAN CINTA PALSU”.


Orang tua dengan cinta palsu ??? mungkinkah ???? Jika pertanyaan tersebut kita berikan kepada para orang tua, bagaimana jawaban mereka ? Dengan suara yang lantang, itu tidak mungkin,” kata mereka. Orang tua memiliki kasih yang sejati, murni dan sepanjang masa. Jadi ingat lagu ”Kasih Ibu” yang menyatakan bahwa kasih orang tua itu ”tak terhingga sepanjang masa”, ”Hanya memberi tak harap kembali”. Hal ini tidak dapat disangkal walau dengan perubahan jaman, ada juga orang tua jauh dari kasih seperti yang digambarkan.

Suatu saat saya bertemu dengan teman saya yang sedang melakukan penelitian tentang maraknya waria di suatu kota besar. Dari hasil penelitiannya ditemukan adanya prosentase yang besar bahwa semuanya itu akibat beberapa orang tua yang telah melakukan cinta palsu terhadap anak-anaknya. Cinta palsu itu membuat mereka memilih untuk hidup di tengah-tengah orang yang memberikan cinta yang sejati. Walaupun cinta sejati yang mereka maksudkan itu pada dasarnya keliru.

Ada cinta sejati adapula cinta palsu. Lalu apa sich yang dimaksud dengan cinta sejati sesungguhnya? Mengapa ada orang tua yang tidak memiliki cinta sejati? Bagaimana caranya supaya memiliki cinta yang sejati ? Itulah sebabnya kita perlu mengetahui kedua hal tersebut dengan jelas.

Cinta yang Menerima
Seorang ayah yang penuh kasih sayang terhadap dua orang putranya. Anak yang bungsu telah cukup dewasa dan merasa harus hidup mandiri dengan meninggal kan kedua orang tuanya. Untuk mewujudkan niatnya itu, ia menuntut semua yang menjadi haknya. Hak yang dimaksudkan adalah harta warisan. Setelah mendapatkan semuanya ia meninggalkan orang tua dan rumahnya. Ia berjalan tanpa menoleh sedikitpun. Ayah itu membiarkannya pergi. Ia membiarkan anaknya memilih jalan sendiri. Tetapi setiap petang hingga malam hari ia menanti anaknya itu kembali. Hatinya mengharap dan matanya menatap jalan yang datang dari kota.
Seseorang datang dari kota dan menyampaikan berita yang kurang sedap tentang anak yang dinantinya. Anakmu itu orang yang mata keranjang, tukang berfoya-foya dengan banyak wanita, pemabuk, ”katanya. Sungguh suatu perbuatan yang sia-sia jika ayah ini harus menanti anaknya kembali. Namun itu semua tidak membuat ayah ini menjadi berhenti melakukan apa yang selama ini dilakukan nya. Setiap sore ia duduk di depan rumah, matanya tidak pernah lepas dari jalan. Ia duduk menanti hingga hari gelap. Ia berdoa dengan air mata berlinang-linang untuk anaknya itu. Anaknya yang telah hilang namun selalu dirindukannya.
Sore berganti sore malam berganti malam, tak kenal lelah ayah ini menanti sang anak. Suatu petang, ketika ia sedang duduk di depan rumahnya, hatinya meledak dengan kegembiraan. Karena dari jauh ia melihat seseorang datang. Dengan mata tuanya ia mencoba melihat dengan jelas dan memang benar dari kejauhan ia melihat anaknya pulang.

Ayah itu bangkit dari duduknya dan berlari menyongsong anaknya pulang. Hatinya amat senang, air matanya mengalir dari pipinya yang sudah tampak garis keriputnya. Ayah ini tidak mempedulikan pandangan orang tentang sikapnya yang nampaknya bodoh. Ia merangkul anaknya dengan erat, air mata kegembiraan terus mengalir diwajahnya.
Melihat sikap ayahnya, sang anak mengatakan sesuatu tentang ketidakpulangan nya. Ia merasa tidak pantas menerima sambutan yang demikian. Ia hanya meminta untuk diterima sebagai pekerja di kebun ayahnya itu. Ayahnya tidak peduli dengan apa yang dikatakannya. Hatinya mengatakan,”Ayah tidak peduli bagaimana keadaanmu atau apa yang telah engkau lakukan.” Yang terpenting adalah bahwa engkau sekarang pulang ke rumah.

Sang ayah menyuruh pelayannya untuk memasangkan cincin di jari anaknya, memakaikan jubah yang indah. Ia menyuruh menyiapkan hidangan yang istimewa untuk kepulangan anaknya. Bahkan sang ayah mengadakan pesta besar untuk penyambutan anaknya sudah kembali.

Kisah ini, menggambarkan cinta sejati yang sesungguhnya. Jika kita menyimak dengan seksama, cerita itu menggambarkan cinta Yesus Kritus terhadap anak-anakNya. Demikian seharusnya cinta orang tua terhadap anaknya. Cinta sejati yang dimaksud adalah cinta yang menerima (baca: tanpa syarat). Lalu bagaimana cinta orang tua yang palsu?

Cinta yang Palsu
Kembali seperti pertanyaan di atas, mungkinkah orang tua memiliki cinta yang palsu. Kita semua percaya bahwa setiap orang tua memiliki cinta sejati untuk anaknya. Mereka bekerja mati-matian mencari uang untuk membahagiakan anaknya. Memberikan pendidikan yang selayaknya bahkan kalau perlu yang bertaraf ”Internasional” pun akan dilakukan. Memang itu bagian dari cinta sejati. Tetapi apakah itu semua sudah mewakili cinta yang sejati ? itu tidaklah cukup, ada beberapa hal yang menjadi ciri orang tua dengan cinta palsu yaitu:

Pertama, orangtua yang terobsesi dengan keinginannya. Memang tidak salah orangtua yang memiliki harapan agar anaknya kelak akan memenuhi apa yang diharapkannya. Namun semuanya itu berakibat buruk jika mengesampingkan keinginan dan harapan anak. Sebagai contoh : ada orang tua yang hanya memberikan kasih sayang dan cinta serta penguatan kepada anak bila ”keinginan orang tua dipenuhi”: bila raportnya bagus, bila mereka patuh, bila mereka dapat menimbulkan rasa bangga orangtua dan lain sebagainya. Tanpa disadari para orangtua telah meletakkan identitas diri kepada anaknya sesuai dengan yang mereka harapkan dan pilihkan. Orangtua meletakkan anak mereka di sudut sempit dalam kehidupan ini, dan hanya membolehkan mereka menjadi seperti yang mereka inginkan.

Kedua, orangtua yang menjadikan anak sebagai ajang pemenuhan ”Harga Diri”. Artinya anak dijadikan alat untuk pemenuhan harga diri dari orang tuanya. Orangtua merasa berharga jika anaknya mengikuti tren yang sedang ada. Mengikuti kegiatan yang dilakukan oleh kalangan atas (baca: orang kaya). Contohnya: setiap hari anak dituntut dengan seabreg kegiatan ini dan itu hanya karena anak dari sesama orang tua mengikuti kegiatan tersebut. Orangtua merasa tidak nyaman ketika anaknya tidak sama dengan anak orang lain. Hal-hal seperti ini semakin nampak dibarengi dengan kemajuan teknologi dan perubahan jaman yang semakin hari bukan menjadi semakin baik tetapi semakin buruk.

Back to the Bible
Istilah yang sederhana kembali kepada Alkitab yang merupakan sumber segala hikmat dan dasar dari segala sesuatu yang kita lakukan. Kebenaran Firman Allah memberikan kita beberapa hal yang berkaitan dengan Cinta sejati atau cinta yang menerima yaitu dalam Lukas 15:11-32 (tentang anak yang hilang).

Pertama, cinta yang sejati adalah cinta yang tidak didasarkan pada perasaan. Memang pada umumnya cinta itu harus dikuatkan dengan perasaan-perasaan. Tetapi tidak didasarkan pada perasaan. Kalau cinta adalah perasaan, maka cinta itu dapat berubah. Cinta yang sejati didasarkan pada ”Keputusan” dan ”Komitmen”. Sang ayah tidak mempedulikan bagaimana perasaannya karena tingkah laku anaknya. Sang ayah hanya berkomitmen bahwa saya memutuskan untuk mengasihi bukan berdasarkan apa yang saya rasakan. Yesus Kristus memberikan contoh kepada kita bahwa kasih seperti inilah yang memiliki kadar cinta paling tinggi (Yohanes 15:13).

Kedua, cinta yang sejati adalah cinta yang menerima apa adanya atau tanpa syarat apapun (baca: cuma-cuma). Sang ayah mencintai anaknya sekalipun ia telah membuat hatinya sakit, malu karena cemohan orang dll. Cinta sang ayah bukan karena anaknya baik. Ia memberikan dengan cuma-cuma (Lukas 15:20-23).

Hanya ada dua kemungkinan dalam kita mencintai seseorang yaitu mencintai dengan bersyarat dan tanpa syarat. Jika kita memilih untuk mencintai dengan syarat maka sejujurnya kita belum saling mencintai. Kita hanya ”Take and Give” tidak lebih dan tidak ada pemberian yang cuma-cuma. Cinta yang sejati adalah cinta yang merupakan hadiah secara cuma-cuma. Artinya jika kita mencintai maka kita ”berbagi” semua yang baik yang kita miliki. Orang yang kita cintai mendapat cinta kita bukan karena ia memenangkan suatu pertandingan atau kontes bukan pula karena ia pantas menerima cinta kita.

Ketiga, cinta yang sejati adalah cinta yang membawa pada suatu perubahan. Ketika sang anak menyadari keadaannya, ia menjadi ingat akan cinta sang ayah yang sejati. Cinta itulah yang mendorong anaknya pulang (Lukas 15:17-18).
Kita tidak akan pernah dapat merubah orang lain, jika dalam diri kita sendiri belum mengalami perubahan yang sesungguhnya. Kita harus menunjukkan adanya perubahan dalam diri kita. Demikian juga orangtua tidak dapat merubah anaknya menjadi baik jika dalam diri orangtuanya belum terjadi perubahan yang sesungguhnya.
Memang bukanlah sesuatu yang mudah untuk kita dapat memiliki cinta yang sejati. Namun demikian bukan tidak mungkin kita melakukan semuanya. Kita perlu ingat bahwa sumber cinta yang sejati itu ada dalam diri kita yaitu ”Yesus Kristus”. Sehingga kita dimampukan untuk melakukan semuanya bersama dengan Dia.

Just Do it
Kita sudah mengetahui bagaimana cinta sejati itu. Lalu bagaimana kita melakukan kepada anak-anak kita? mungkinkah semuanya itu terwujud? Awali langkah dengan bertekat untuk melakukan saja. Ingat kembali bahwa kita memiliki Allah yang menyanggupkan kita melakukan segala sesuatu. Go...go... lakukan saja.

John Powell dalam bukunya Cinta tak bersyarat menyatakan ada 3 hal yang dapat menolong orangtua mewujudkan cinta sejati yaitu :
Kelemahlembutan, yaitu jaminan yang membesarkan hati: ”saya selalu di sampingmu. Saya selalu memperhatikanmu”. Anak tidak akan menghiraukan seberapa banyak yang orangtua ketahui, sebelum mereka tahu seberapa banyak orangtua memberikan ”Perhatian”. Inilah dasar cinta sejati yang sesungguhnnya. Pertukaran perhatian tentang kebahagiaan orang yang dicintai dan penguatan dalam membangun dan menjamin harga diri orang yang dicintai. Misalnya: Mama mengasihimu, ayah menginginkan kebahagiaanmu, ayah dan mama akan melakukan yang terbaik untukmu. Kemudian berikan kecupan, niscaya itu bisa menjadi sesuatu yang dapat dilihat oleh anak.

Dorongan, yaitu jaminan yang diberikan berulangkali, yang memberikan tambahan kekuatan dan menimbulkan rasa mantap. Misalnya : ”Kamu pasti bisa, kamu pasti dapat melakukannya”. Dorongan ini tidak hanya sesaat tetapi dilakukan berulang-ulang. Seorang ibu mengajak anaknya berjalan-jalan. Sang anak ingin melompat parit di halaman rumah. Menurut sang ibu, anak ini mampu melakukan lompatan sendiri, namun sang anak berkata: Ma, tolong aku?” ayo kamu bisa,” kata ibunya. Nanti aku jatuh, kata anaknya. Mama akan ada untuk menolongmu. Lalu sang anak melompat dan hasilnya anak mampu melakukan apa yang diinginkannya. Berikan kecupan atau pelukan yang menandakan dukungan.

Tantangan, yaitu dorongan yang amat kuat yang diwarnai dengan kasih untuk melakukan sesuatu yang baik (baca: yang diinginkan anak). Orangtua dengan cinta sejati dapat mendorong orang yang dicintai untuk berkembang ”melampaui batas tertentu” berdasarkan kebiasaan yang telah tertanam. Tantangan membuat anak-anak kita menyadari kekuatannya. Tantangan memberikan dorongan untuk mendayagunakan kekuatan itu: ”Cobalah ! Raih Lakukan! Kalau berhasil, mama orang pertama yang bertepuk tangan paling keras dan paling hangat menyambutmu. Kalau gagal, mama akan berada di sampingmu. Kamu tidak akan sendirin. Ayo teruslah.

Akhirnya, keluarga merupakan sarana yang tepat untuk menerapkan kasih tanpa syarat sesuai dengan perintah Allah. Rumah dan keluarga merupakan suatu tempat untuk mendapatkan cinta sejati. Beberapa ahli sosial sekarang melihat bahwa fungsi keluarga untuk menyediakan kasih merupakan tanggung jawab utama dalam keluarga. Anggota keluarga berharap bahwa keluarga adalah tempat dimana setiap orang dapat menunjukkan empati yang tak terbatas, pengertian dan dorongan dari anggota keluarga lainnya. Interaksi kasih dengan anggota keluarga merupakan satu terapi yang paling bermakna bagi mereka yang terluka secara pribadi.

”Barangsiapa menyambut seorang anak seperti ini dalam namaKU,
ia menyambut Aku”
Markus 9:37

Tidak ada komentar:

Posting Komentar